SALAM


ASSALAMU ALAIKUM WR. WB, TERIMA KASIH ANDA TELAH BERKUNJUG KE BLOG INI

Senin, 18 Oktober 2010

Sejarah Al-qur'an

Al-Qur’an berasal dari kata قرِا dimana bentuk masdarnya القران dengan arti isim maf’ul yaitu makru yang artinya dibaca.hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Qiyamah (75) :17-18

Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (Qs. Al-Qiyamah:17-18)

Al-quran adalah kitab yang diturunkan oleh Allah untuk dibaca oleh setiap muslim dan muslimat dan bagi yang membacanya adalah merupakan ibadah, bahkan fungsi Al-quran dijelaskan oleh Allah sebagai petunjuk dalam kehidupan dimuka bumi ini sebagaimana firman Allah :

Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa

Al-quran sebagai petunjuk hidup tentuk tidak dapat difungsikan dalam kehidupan kita , ketika Al-quran ini tidak dikaji dan dipahami, Mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) I, ini akan diperkenalkan kepada Mahasiswa , terutama menyangkut tentang, Sejarah Al-Quran, Metode baca tulis Al-Quran dan Metode tafsir Al-Qur,an.

Tata cara Al-Qur’an diturunkan

Ketika usia Rasululah saw menjelang 40 tahun, beliau senang mengasingkan diri ke gua hira dijabal Nur , yang jaraknya kira-kira dua mil dari kota Mekkah, Selama ramadhan beliau banyak berada di gua ini. Beliau menghabiskan waktunya untuk ibadah , memikirkan keagungan alam sekitar dan kekuatan tak terhingga dibalik alam. Beliau tidak pernah puas melihat keyakinan kaumnya yang penuh dengan kemusyarikan dan segala presepsi yang tidak pernah lepas dari tahayyul. Sementara di depan beliau juga tidak ada jalan yang jelas dan mempunyai batasan-batasan tertentu yang dapat menghantarkan keridhaan dan kepuasaan hati beliau.

Begitulah Allah mengatur dan mempersiapkan kehidupan Muhammad Rasululah Saw, untuk mengembang amanah yang besar, merubah dunia dan meluruskan garis sejarah .

Pada tahun ke tiga pengasingan beliau di gua Hira, pada tanggal 17 ramadhan , Allah menurunkan Jibril membawa wahyu yang pertama. Hal ini dikuatkan oleh Allah dalam surah Al-Baqarah : 185

­(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah :185).

Wahyu di bawa oleh Jibril as dengan datang menyerupai manusia dengan menyurhnya membaca, Bacalah !, lalu Nabi menjawab saya tidak dapat membaca, kemudian beliau di rangkul lalu disuruh lagi membaca, sampai-sampai Nabi agak sesak, kemudian Nabi menjawab apa yang mesti saya baca, lalu Jibril mengatakan bacalah dengan nama Tuhanmua, yaitu pada surah AL-Alaq:1-5

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Al-Alaq:1-5).

Inilah ayat yang pertama kali turun, dan pertama turunnya inila yang disebut Nuzulul Quran yang biasa ummat Islam peringati setiap tahun yaitu setiap tanggal 17 Ramadhan, sekalipun menurut, sekalipun menurut Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury dalam bukunya Sirah Nabamiyah, bahwa Al-Qur;an turun pada tanggal 21 Ramadhan hari senin, dengan alas an ketika Rasul di Tanya mengapa berpuasa pada hari senin beliau menjawab pada hari senin lah saya lahir dan turunnya wahuyu pertama kali kepadaku, ( lihat shahi Muslim 1/368) .

Wahyu setelah itu terputus, kemudian Allah menurunkan wahyu kedua yaitu surah Al-Mudatsir : 1-5, yang berbunyi

Hai orang yang berkemul (berselimut),Bangunlah, lalu berilah peringatan!Dan Tuhanmu agungkanlah!Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,(S.Al-Mudattsir :1-5).

Menurut Ibnul-Qayyim tingakatan-tingkatan, /cara wahyu di trunkan yaitu :

Mimpi yang hakiki . Merupakan permulaan wahyu yang ditrunkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Apa yang disusupkan ke dalam jiwabeliau, tampa dilihatnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Muhammad Sesungguhnya ruhul Qudus menghembuskan kedalam diriku , bahwa suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga disempurnakan rezkinya, janganlah kalian menganggap lamban datangnya rezk, sehingga kalian mengcarinya dengan cara mengdurhakai Allah, karena apa yang ada di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan menaatinya

Malaikat datang dihadapan Nabi Muhammad saw dalam rupa seorang laki-laki lalu berbicara dengan beliau hingga bisa menangkap secara langsung apa yang dibicarakanny. Dalam tingkatan ini kadang-kadang sahabat juga dapat melihatnya.

Wahyu datang menyerupai bunyi gemerincing lonceng. Ini wahyu yang paling berat dan Malaikat tidak terlihat, sampai Nabi mengeluarkan keringat di dahinya, dan jika beliau berkendaraan terkadang kendaraan beliau berderum, dan terduduk di tanah, wahyu seperti ini pernah di alami Nabi ketika dipangku oleh Said bin Tsabit sampai-sampai Said seperti tidak sanggup menyangga beliau.

Nabi melihat Malaikat rupa asli Malaikat, lalu menyampaikan wahyu seperti yang diperintahkan oleh Allah, hal ini pernah di alami oleh dua kali, seperti yang disampaikan Allah dalam Surah An-Najm :ƒ

Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia berada di ufuk yang Tinggi.Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi.Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang Telah Allah wahyukan.

Wahyu yang disampaikan oleh Allah di atas lapisan langit, seperti ketika beliau melakukan IsraMiraj berisi tentang kewajiban menjalankan Shalat lima kali sehari-se malam.

Allah berfirman secara langsung dengan Nabi Muhammad, seperti yang di alami Oleh Musa bin Imran.

Alquran diturunkan oleh Allah tidak ditrurunkan sekaligus, tetapi turunkan secara bertahap ,yaitu :

Tahap satu

Pada tahap ini Al-Quran diturunkan oleh Allah Swt, ke lauhil Mahfudh, sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Surah Al-Buruj :21-22

Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.

Dalam sebagian tafsir lauhil mahfudh disamakan dengan kitabin makmum yang berarti kitab yang terjaga. Tetapi secara umum lauhil Mahfudh diartikan sebagai tempat yang di dalamnya tersimpan segala sesuatu yang berkaitan dengan qadlo dan qadar Allah, semua perkara yang sudah terjadi ataupu yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Ketika Al-Quran ini ada dilauhil mahfudh tidak ada yang tahu bagaimana wujudnya, hal ini karena lauhil mahfudh adalah alam yang tidak terjangkau oleh manusia, selain itu tidak ada dalil kepastiannya.

Sebagaian Ulama mengatakan bahwa Al-quran di lauhil mahfudh adalah berupa hafalan para Malaikat. Pada pendapat inipun masih diperdebatkan, apakah hafalan itu berupa makna atau lafadz , tetapi pendapat yang paling kuat a adalah hafalan dalam bentuk lafadh yaitu dalam bahasa Arab.

Tahap kedua

Pada tahap ini Al-quran diturunkan dari lauhil mahfudh ke Baitul Izzah, menurut pendapat yang paling sohih Baitul Izzah ada di langit dunia. Hal ini didasarkan atas riwayat Ibnu Abbas, Menurut Al-Quran Surat Al-Qadar :1

Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan

Dan Firman Allah Dalam surah Al-Baqarah :185.

(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah :185)

Dalam kedua ayat di atas menggunakan kata انزل yang berarti menurunkan dan diturunkan secara keseluruhan, selain itu ayat-ayat di atas menerangkan malam kemuliayaan atau lailatul Qadar pada bulan Ramadhan Al-quran diturunkan ke langit dunia (Baitul izzah). Inilah malam yang sering disebut dengan malam nuzulul Quran . Dalam hal ini ulama memiliki dua mahzab pokok yaitu

Madzab Pertama

Menurut pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama serta yang dijadikan peganagan oleh umumnya para ulama, menurut mereka yang dimaksud dengan turunnya Al-quran dalam ketiga ayat di atas adalah turunnya Quran sekaligus di langit dunia agar para Malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Al-quran diturunkan kepada rasul kita Muhammad saw secara bertahap selama dua puluh tiga tahun. Sesuai dengan firman Allah surah Al-ISra : 106

Dan Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.

Madzab kedua

Diriwayatkan oleh Asy-Syabi , mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-qur;an dalam ketiga ayat di atas adalah permulaan turunnya AL-qur;an kepada Rasululah Saw , dimulai dari malam Lailatul Qadar di bulan Ramdhan yang diberkahi , kemudian berlangjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang lebih dua puluhtiga tahun, dengan demikian Qur;an hanya satu macam cara turunnya yaitu secara bertahap kepada rasululah Saw sebab yang demikian yang dinyatakan dalam Al-quran.

Mahzab Ketiga

Bahwa Al-quran diturunkan ke langit dunia selama dua puluh tiga malam lailatul qadar yang padasetiap malamnya selama malam lailatul Qadar itu ada yang ditentukan oleh Allah untuk diturunkan pada setiap tahunnya, dan jumlah wahyu yang ditrunkan ke langit dunia pada malam lailatul qadar untuk masa satu tahun penuh itu kemudian ditrunkan secara berangsur-angsur kepada Rasululah sepanjang tahun. Madzab ini adalah hasil ijtihad sebagian Mufassir tapi tidak mempunyai dalil..

Dengan demikian pendapat yang kuat adalah Al-quran itu dua kali diturunkan yaitu pertama diturunkan sekaligus pada malam lailatul qadar ke baitul izzah di langit dunia, kedua diturunkan ke langit dunia secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.

Al-qurtubi telah menukil dari Muqatil bin Hayyang, tentang kesepatan ijma bahwa Qur;an sekaligus dari lauhil Mahfudz ke baitul Izzah di langit dunia , Ibn Abbas memandang tidak ada pertentangan antara tiga ayat di atas yang berkenang dengan turunnya quran dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulul Saw, bahwa Quran itu turun selama dua puluh tiga tahun Sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama tiga pululu tiga tahun yang bukan bulan Ramadhan.

Tahap ketiga

Pada tahap ini Al-quran diturunkan langsung kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril atau sering disebut dengan ruhul amin. Ayat yang menerangkan tentang ini adalah Qs. Al-Isra : 106

Dan Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.

Masa turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw, selama 23 tahun atau tepatnya 22 tahun, 2 bulan 22 hari. Al-qur’an turun di dua tempat yaitu di kota Mekkah yang biasa disebut ayat-ayat Makiyah dan kota Medinah disebut ayat-ayat Madaniyah,

Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, sering diawali dengan kata-akat ya ayyu hannus , berisi tentang aqidah ancaman dan pahala, kisah-kisah ummat terdahulu mengandung tentang pengajaran dan budi pekerti sedangkan ayat-ayat Madaniyah , surahnya biasanya panjang-panjang, dimulai dengan kata-kata ya ayyu hal lazina amaanu, mengandung tentang hokum-hukum baik berhubungan dengan hokum adat atau hukukm –hukum duniawi, seperti hokum kemasyaraktan , ketatanegaraan, hokum perang, hokum internasional , hokum antar agama dan lain-lain.

Masa penulisan & pembukuan Al-Qur’an

Sesudah Nabi Muhammad wafat, umat Islam mengangkat Abu Bakar r.a menjadi khalifah. Pada awal masa pemerintahan beliau, beberapa perkara yang membawa kepada peperangan telah berlaku.

Di antara peperangan-peperangan yang hebat dan terkenal itu adalah peperangan Yamamah, di mana kebanyakkan tentara Islam yang ikut dalam peperangan ini adalah terdiri dari para sahabat penghafal Al-Quran. Dalam peperangan tersebut, 70 orang penghafal Al Quran telah gugur syahid. Sebelum itu pula, yaitu di zaman Nabi Muhammad, sebanyak jumlah yang sama juga telah gugur syahid para shahabat penghafal Al Quran dalam satu peperangan di sumur Ma’unah dekat Kota Madinah.

Oleh karena Umar bin Khattab ra merasa khawatir jika para shahabat penghafal Al-Quran yang masih hidup itu syahid dalam peperangan-peperangan yang selanjutnya, yang dapat membawa dampak buruk terhadap penjagaan Al-Quran, maka beliau pergi kepada Abu Bakar ra untuk memperbincangkan perkara tersebut. Dalam buku-buku Tafsir dan Hadits, perbincangan antara Abu Bakar ra, Umar Al-Khattab ra dan Zaid bin Tsabit mengenai pengumpulan Al Quran adalah diterangkan seperti berikut:

Umar berkata kepada Abu Bakar: “Dalam peperangan Yamamah, para sahabat yang telah hafal Al-Quran telah banyak yang gugur. Aku khawatir akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya. Maka shuhuf-shuhuf berisi ayat-ayat Al Quran itu perlu dikumpulkan.”

Abu Bakar menjawab: “Mengapa aku akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Rasulullah SAW?”

Umar menegaskan: “Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik.”

Dan Umar ibnu Al-Khattab r.a berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan Al-Quran ini, sehingga Allah membuka hati Abu Bakar r.a untuk menerima pendapat Umar bin Khattab ra itu. Kemudian Abu Bakar ra memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya : “Umar mengajakku mengumpulkan Al Quran.”

Lalu diceritakan oleh Abu Bakar ra segala perbincangannya dengan Umar Al Khattab r.a kepada Zaid bin Tsabit. Kemudian Abu Bakar berkata: “Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas yang aku percayai sepenuhnya. Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah. Oleh karena itu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Al-Quran itu.”

Zaid menjawab: “Demi Allah! Ini adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku daripada mengumpulkan Al-Quran yang engkau perintahkan itu.”

Dan selanjutnya dia bertanya kepada Abu Bakar ra dan Umar ra: “Kenapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Nabi SAW?”

Abu Bakar ra menjawab: “Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik.”

Lalu Abu Bakar ra memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran itu, sehingga menyadarkan Zaid akan kebaikan tersebut. Kemudian, Zaid mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran itu dari daun, pelepah kurma, batu tanah keras, tulang dan kulit unta atau kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al-Quran. Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al Quran itu, Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti. Sekalipun beliau adalah hafal Al-Quran seluruhnya langsung dari Rasulullah SAW, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Quran yang sangat penting bagi umat Islam itu, beliau masih memandang perlunya memadankan atau menyesuaikan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Dengan demikian, ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan itu seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan diikatkannya dengan baik dan benar, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yangtelah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Kemudian Al-Quran tersebut diserahkan kepada Abu Bakar ra. Mushaf ini tetap berada di tangan Abu Bakar ra sampai beliau (Abu Bakar) meninggal dunia. Kemudian mushaf ini dipindahkan ke rumah Umar Al-Khattab dan tetap berada di sana selama pemerintahan beliau sebagai khalifah Islam. Sesudah Umar ibnul Khattab ra meninggal dunia, mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, anak perempuan Umar dan isteri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-Quran di masa Khalifah Usman bin Affan r.a.

Di masa khalifah Utsman bin Affan ra, pemerintahan Islam telah sampai hingga ke Armenia dan Azerbaijan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat. Maka dengan itu, kaum Muslimin telah tersebar ke seluruh wilayah Islam seperti ke Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Kemana mereka pergi dan di mana mereka tinggal, Al-Quran tetap menjadi imam mereka, dan di antara mereka itu banyak yang hafal Al-Quran. Dan di antara mereka juga mempunyai naskah-naskah Al-Quran. Namun naskah-naskah yang mereka punyai itu tidak sama dari segi susunan surah-surahnya.

Di samping itu, di antara mereka itu terdapat perbedaan tentang bacaan (qiro’ah) Al Quran itu. Pada asalnya perbedaan bacaan ini ialah karena Rasulullah sendiri pun memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab Islam yang berada di masanya untuk membaca dan melafazkan Al-Quran itu menurut lahjah (dialek) mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi Muhammad supaya mudah bagi mereka untuk menghafal Al-Quran itu.

Tetapi nampaklah tanda-tanda bahwa bila perbedaan tentang bacaan Al-Quran ini dibiarkan, akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan dalam kalangan kaum Muslimin. Orang yang mula-mula memperhatikan hal ini ialah seorang sahabat yang bernama Huzaifah bin Yaman. Ketika beliau turut serta dalam pertempuran menaklukkan Armenia dan Azerbaijan. Dalam perjalanan, beliau pernah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-Quran, dan juga pernah mendengar perkataan seorang Muslim kepada temannya, yaitu “Bacaanku lebih baik dari bacaanmu”. Keadaan ini membuat Huzaifah gundah. Maka ketika beliau telah kembali ke Madinah, beliau menemui khalifah Utsman bin Affan ra dan beliau menceritakan apa yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan Al-Quran itu.

Huzaifah berkata kepada Sayidina Utsman: “Susulilah umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al Kitab, sepertimana perselisihan Yahudi dan Nasara”.

Maka khalifah Usman r.a meminta kepada Hafshah binti Umar akan lembaran-lembaran Al-Quran yang telah dikumpulkan, yang ditulis di masa khalifah Abu Bakar ra, yang disimpan oleh Hafshah. Maka lembaran-lembaran tersebut diserahkan kepada khalifah Utsman ra oleh Hafshoh. Kemudian Khalifah Utsman membentuk satu panitia yang terdiri daripada Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam. Panitia ini diberikan tugas untuk membukukan Al-Quran, yaitu menyalin dari lembaran-lembaran tersebut, seterusnya menjadi buku (dijilid). Dalam menjalankan tugas ini, khalifah Usman menasihatkan supaya:

Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Quran.

Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan, qiro’at), maka haruslah ditulis menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Quran itu diturunkan menurut dialek mereka.

Setelah tugas yang diamanahkan kepada panitia itu selesai, maka mushaf Al-Quran yang dipinjamkan daripada Hafshah itu dipulangkan semula kepada beliau. Al-Quran yang dibukukan itu dinamakan “Al-Mush-haf” dan seterusnya oleh panitia itu dituliskan lagi 5 buah Al Mush-haf. Empat buah di antaranya dikirimkan ke Mekah, Syria, Basrah dan Kuffah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula dari masing-masing mushaf itu. Sedangkan satu buah lagi ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan “Mush-haf Al-Imam”.

Setelah itu, khalifah Utsman memerintahkan semua lembaran-lembaran Al-Quran yang lain, yang ditulis (selain daripada Al Mush-haf) dikumpulkan dan dibakar. Maka dengan itu, dari mush-haf yang ditulis di zaman khalifah Utsman itulah, kaum Muslimin diseluruh pelosok menyalin Al-Quran itu.

Hingga sekarang masih ada kelainan bacaan karena bacaan-bacaan yang dirawikan dengan mutawatir dari Nabi Muhammad SAAW terus dipakai oleh kaum Muslimin. Namun bacaan-bacaan tersebut tidaklah berlawanan dengan apa yang ditulis dalam mushhaf-mushhaf yang ditulis dimasa khalifah Utsman. Dengan demikian, pembukuan Al-Quran di masa khalifah Utsman itu memberikan beberapa kebaikkan seperti :

1. Menyatukan kaum Muslimin pada satu bentuk mush-haf yang seragam ejaan tulisannya.

2. Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan mushhaf-mushhaf Utsman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak bersesuaian dengan mushhaf-mushhaf Utsman tidak dibenarkan lagi. Karena Mush-haf Utsmani disusun berdasarkan riwayat-riwayat yang mutawatir. Artinya, ayat-ayat Al-Qur`an dan qiroat yang terkandung dalam Mush-haf Utsmani memang ayat-ayat Al-Qur`an seperti yang dihafal oleh mayoritas shahabat yang menerimanya langsung dari Rasulullah.

3. Menyatukan tertib susunan surah-surah, sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah. Susunan surat seperti sekarang ini adalah susunan surat yang digunakan oleh Rasulullah ketika beliau mengulangi bacaan Al-Qur`an di hadapan Jibril setiap bulan Ramadhan.

Akhirnya sampailah kepada kita sekarang dengan tidak ada sebarang perubahan sedikit pun dari apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a w. Dalam pada itu, pada setiap masa dan zaman, Al Quran ini dihafal oleh jutaan umat Islam dan ini adalah salah satu inayah Tuhan untuk menjaga Al-Quran. Dengan itu, terbuktilah firman Allah.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya.” (Surah Al Hijr :9).

Cara Allah swt, menjaga dan memelihara Al-qur’an salah satunya Allah swt, memberikan kemampuan kepada hambanya yang beriman disetiap zaman untuk menghafal Al-Qur’an, sehingga setiap ada kesalahan cetak Al-qur’an maupun baik kesalahan yang disegaja maupun tidak disengaja muda dicek, bahkan sampai kesalahan terkecilpun dapat dideteksi seperti kesalahan penempatan baris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar